Hei Zev. Dan seluruh pecinta KCM Community.
Ini cerita waktu pertama kali dalam hidupku mencium pacarku. Seorang gadis, adik kelas yang duduk di kelas satu. Di sekolah yg sama, SLTA.
Di antara semua indera yg menempel di wajah, jika aku suka pada seorang gadis, aku selalu akan mencium keningnya. Dulu, pacar2ku akan mabok jika kubilang, “ijinkan kucium keningmu”. Maka ia akan menyorongkan kepalanya, lalu kukecup, cuppp! Tak lebih.
Sungguh. Aku hanya berani mencium pacar2ku cuma di kening.. Tak ada nyali untuk turun 10 cm sekalipun. Juga tak tega untuk mengatakan, “Bolehkah kukecup jidatmu”? Wah, bisa ditempeleng! Gak romantis bo!
Kening or jidat, meski sama2 sodara kembar dan berfungsi sebagai sasaran “tembak”, pemakaiannya kudu disesuaikan dengan profesi penuturnya.
Seperti yg pernah kami alami di jaman Orba. Diskusi buku yg kami selenggarakan di tempat kost, sempat digerebek aparat. Lalu seorang intel menggertak, “Bubarkan rapat. Atau peluru ini akan menembus jidatmu!” Begitulah bahasa tentara. To the point. Tegas tidak melo.
Juga saat mengatakan orang “mati”. Tentara tak mengatakan “meninggal dunia”. Cobalah dengar teriakan komandannya saat menyerbu sarang teroris, “Serbuuuu… HIDUP atau MATI”!!” Coba tanya Marinelife, apa reaksi prajurit jika kata “mati” itu diganti “meninggal dunia”?
Eh, kembali kecerita cium kening pacar. Secara anatomis, kening letaknya sangat strategis. Sama seperti mata, hidung, mulut, telinga atau pipi. Di bagian depan batok kepala ini, kening akan berkolaborasi membentuk komposisi yg indah. Dan jika kita memberikan apresiasi dengan referensi kelamin, maka kolaborasi tsb akan menampakkan wajah wanita cantik atau lelaki tampan.
Namun dari semua indera yg nempel di wajah, ternyata kening merupakan kasta tertinggi. Gak percaya?!
Cobalah tempelkan ujung jari kita ke pacar, lalu dorong kebelakang. Pasti sang pacar mencak2. Marah dan bisa2 kira di pegat. Juga tengoklah kebiasaan aneh para ibu yg selalu menempelkan punggung telapak tangan ke kening anaknya untuk memastikan apakah si anak sakit atau panas badannya. Lalu lihatlah tindakan paramedis. Ia akan mengompres kening untuk menurunkan demam pasien. (Atau dokter Kintel punya cara lain?)
Nah, ini yg seru. Pasti si cantik Zevi atau pembaca lainnya akan menempelkan telunjuk jarinya menyilang dikeningnya untuk menjustmen Prabu sbg wong edan, gokil, sinting. (Kenapa meledek orang sinting kok gak menyilangkan jari telunjuk nempel di dengkul?)
Kening berada di posisi teratas dari susunan anggota tubuh, rupanya memiliki misteri tersendiri. Tuhan memang punya maksud estetika dengan menaruh kening di kepala. Lihatlah lagak Suhu Besar saat sedang berpikir mencoba menemukan ide tulisan. Pasti ia memegangi keningnya dan bukan perutnya.
Dilain waktu saat kita melakukan ibadah sholat, kening yg kita agung2kan akan kita sejajarkan dengan telapak kaki yg kastanya paling rendah! Dalam posisi sujud seperti ini, mulut kita bisa nyrocos minta pertobatan. Berurai air mata, hingga tercapai kekhusyu’an doa yg menusuk hati.
Jadi kening ditaruh diatas, sesungguhnya tak hanya berfungsi sebagai pendaratan kecupan dan sandaran telunjuk ketika berpikir, atau mengolok2 orang sinting. Ada fungsi lain yg lebih hakiki. Memakai jidat untuk bersujud guna merontokkan kesombongan yg ada di badan kita.
Hmm… sayang tidak semua orang bisa dan mau melakukannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
cium di kening..ooiii..romantis abis !
romantis, lembut, manis dan mesra..tapi kayaknya bukan gw banget....btw kang Prabu, aku setuju dengan filsafat bathuk-nya. Di situ juga tersimpan otak yang mengendalikan seluruh polah tingkah manusia.
Posting Komentar